Kamis, 22 Oktober 2009

Meniti Jalan Menuju Syahid

Oleh : Ustadz Muhammad Lili Nur Aulia
Sumber : Rubrik Ruhaniyat Majalah Islam Tarbawi edisi 206 Th. 10, Rajab 1430 H / 25 Juni 2009.


Amatilah, sekali lagi hamparan luas area pemakaman Baqi Gharqad. Sebuah pemakaman di sisi Masjid Nabawi yang menorehkan sejarah penting bagi ribuan para sahabat Rasululah Saw yang dimakamkan di sana. Tak kurang sepuluh ribu sahabat yang dimakamkan di tanah itu, nisan mereka, hanyalah sebongkah batu yang kini tampak berserakan tak beraturan di atas tanah. Mereka, sebagiannya adalah para syuhada’ perang badar Kubra dan Uhud yang monumental dalam sejarah awal dakwah Islam.

Renungkanlah, bagaimana hebatnya kecamuk perang Badar yang menandakan kebangkitan islam dan kaum muslimin, paska mereka terusir dari kota Makkah Mukarramah. Peristiwa besar yang membuktikan bahwa Allah SWT pasti menolong Rasul dan ummatnya. Bahwa Allah pasti memenangkan agama ini. Hingga kemudian ribuan sahabat gugur di medan badar., dengan label syuhada’ di jalan Allah swt. Hadirkan suasana genting dan kekeacauan luar biasa yang dirasakan pasukan islam dalam peperangan Uhud. Saat sejumlah pasukan pemanah akhirnya tergiur oleh harta rampasan perang yang ditinggalkan oleh pasukan kafir quraisy sebagai umpan. Renungkanlah suasana itu semua...

Mereka memang syuhada’ yang mendapat jaminan Allah swt dalam Al Qur’an surat Ali Imran ayat 140 : Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'[231]. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, 231]. Syuhada' di sini ialah orang-orang Islam yang gugur di dalam peperangan untuk menegakkan agama Allah. Sebagian ahli tafsir ada yang mengartikannya dengan menjadi saksi atas manusia sebagai tersebut dalam ayat 143 surat Al Baqarah., kelak untuk menjadi ahli surga. Malaikat Allah SWT menyambut mereka di pintu pintu surga. Sebab mereka telah membuktikan keimanannya dengan sepenuh jiwa dan raga. Hingga ajal menjemput meraka di medan jihad...Indah sekali.

Saudaraku, Kematian itu pasti. Dan mati sebagai syahid itu, cita cita agung untuk mereka yang pasti mati. Allah swt akan memilih sipa dari hambaNya yang layak mendapat gelar syahid di jalanNya. Kita, hanya diperintahkan untuk bersiap menjumpai kematian dengan cara yang paling baik. Jika kita bercita cita mati syahid, tentu harus melakukan persiapan agar Allah swt oun menilai kita siap untuk dipilih menjadi salah satu dari syuhada’Nya.

Kisah kisah orang yang diyakini mati syahid di jalan Allah swt, menyebutkan , mereka biasanya meninggalkan kenangan indah dalam diri sahabat mereka. Para sahabat, para syuhada’ semasa hidupnya, biasanya juga bisa membaca tanda tanda mati syahiditu. Hingga ada diantara mereka yang mengatakan kepada orang yang tampak akan mendapat mati syahid kelak., dengan istilah, ” syahidun yamsyi ’alaa wajhil ardh”, syahid berjalan di atas muka bumi. Dalam sebuah riwayat disebutkan juga perkataan Thalhah, “ haadzaa min man qadhaa nabhah,” Orang ini termasuk diantara orang yang menanti gilirannya ( untuk mati syahid ).

Saudaraku,
Bagaimana kita mempersiapkan diri agar kita menjadi bagian dari kafilah para syuhada ? Mari perhataikan lebih seksama, jejak langkah para syuhada’ itu. Supaya kita mengetahui bagaimana jalan yang mengantarkan mereka hingga hingga memperoleh derajat mulia yang menjadi keinginan kita.

Kita akan melihat bahwa persiapan mereka antara lain, adalah taubat setulus-tulusnya ( taubatan Shadiqah ). Dalam hadits muttafaq ‘alaih, disebutkan, “ Allah swt tertawa melihat dua orang, yang satu sama lain saling membunuh, tapi kedua-duanya masuk surga. Salah satunya berperang di jalan Allah lalu ia terbunuh. Kemudian Allah swt menerima taubat orang yang membunuh, hingga ia akhirnya gugur.”

Bukan tidak mungkin seseorang mati syahid memiliki latar belakang yang tidak baik, tapi kemudian ia bertaubat.

Saudaraku,
Bertaubat secara sungguh sungguh harus diiringi dengan amal yang baik. Ibnu Umar mengatakan , “ jika engkau memasuki waktu sore jangan menunggu waktu pagi. Dan jika engkau memasuki waktu pagi jangan menunggu waktu sore. Gunakanlah waktu sehatmu untuk waktu sakitmu, gunakanlah hidupmu untuk matimu.” Saat mensyarah ( menjelaskan ) kandungan hadits ini, Ibnu Hajar mengatakan, “perbuatan apapun yang bermanfaat setelah kematianmu, segeralah memanfaatkan hari hari sehatmu dengan amal shalih. Karena penyakit itu datang dengan tiba tiba dan menghalami dari beramal. Dikhawatirkan orang yang lalai dalam hal ini, sampai ke akhirat tanpa bekal.”

Ingatan kita kemudian kembali pada sabda Rasulullah saw, ” Jika Allah swt menghendaki suatu kebaikan atas seseorang hamba, maka ia akan ”menggunakannya”. Para shabat bertanya , ”Apa yang dimaksud menggunakannya ya Rasulullah ?” Rasul saw menjawab, ”Allah swt akan membantunya untuk melakukan amal shalih menjelang kematiannya.”

Saudaraku,
Persiapan lain yang penting kita lakukan untuk mendapat mati syahid adalah, BERKORBAN. Tidak ada mati syahid tanpa pengorbanan. Jihad yang menjadi sarana mati syahid harus diiringi dengan jiwa dan harta, dan keduanya adalah pengorbanan. Basyir bin Al Khashshiyah menceritakan, ia datang untuk brbai’at kepada Rasulullah saw. Ia kemudian ingin diberi dispensasi dua syarat yang harus dinyatakan dalam syarat bai’at ( janji setia ). Ia mengatakan , ” Terhadap dua hal itu, demi Allah aku tidak dapat melakukannya, yakni jihad dan shadaqah.” Basyor menjelaskan bahwa ia khawatir saat berjihad, lari membelakangi musuh dan mendapat murka Allah. Sedangkan terkait dengan shadaqah, ia katakan dirinya tidak mempunyai harta kecualis sedikit. Rasululah lalu mengangkat tanganya dan bersabda , ” Jika tanpa jihad dan tanpa shadaqah, jadi bagaimana engkau bisa masuk surga ?” Akhirnya Basyir mengatakan, ” Kalau demikian, aku berbai’at untuk semuanya.”

Saudaraku,
Paersiapan selanjutnya adalah Kesungguhan, Keseriusan yang terkumpul maknanya dalam kata JIHAD. Bagaimana kita bisa memiliki predikat mujahid bila kita tidak berjihad dalam arti tidak memiliki kesungguhan, tidak memberikan secara optimal apa yang kita punya untuk islam? Itulah ang melatarbelakangi perkataan Anas bin Nadhr menjelang perang Uhud, ” Aku mencium bau surga di balik bukit Uhud.” Ia kemudian maju ke medan perang dan gugur.

Saudaraku,
Yang menjadi tujuan bukan kematian itu, tetapi bagaiman substansi dari kematian dan bagaimana posesnya. Ini bukanlah teori bunuh diri yang biasa dilakukan oleh orang orang yang kecewa dan terguncang jiwanya oleh problem hidup. Mati syahid juga bukan perilaku orang penakut yang dibunuh oleh ketakutannya sendiri.

Tidak ada komentar: