Kamis, 22 Oktober 2009

Misteri Shalat Subuh


Dr. Raghib As-Sirjani, penulis buku "Misteri Salat Subuh" pernah sangat bingung dan bertanya dalam hati, " Bagaimana mungkin agama Allah akan kokoh berdiri di atas muka bumi ini di tangan orang-orang yang melalaikan kewajibannya kepada Allah? " Mengapa beliau sampai punya pertanyaan demikian?

Ceritanya, suatu ketika, Dr. Raghib menemui seorang ustadz (da'i) yang ceramahnya begitu memukau dan menanyakan perihal penyebab da'i itu jarang salat Subuh berjamaah di masjid. Pertanyaan ini diajukan, setelah sebelumnya beliau mengamati langsung beberapa Hari dan ikut salat Subuh di masjid dekat rumah si da'i, namun tidak melihat sang da'i salat Subuh di situ.

Mendapat pertanyaan demikian, sang da'i dengan enteng Dan tanpa rasa malu menjawab pertanyaan Dr. Raghib: " Maafkan saya, semoga Allah mengampuni saya Dan mengampuni Anda. Kondisi saya sangat sulit. Pagi-pagi saya sudah mulai kerja, sementara tidur agak terlambat. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Mendengar jawaban seperti itu, kontan saja hati beliau bergejolak, jiwanya terasa sempit Dan tenggorokkannya terasa tersumbat.

Akhirnya, dari kejadian itu beliau termotivasi untuk segera menulis sebuah buku tentang hikmah di balik salat Subuh, yang kemudian ­atas kehendak Allah swt.­ buku itu (Misteri Salat Subuh) menjadi Best Seller.

Makna Ujian

Ungkapan lidah sering tak sesuai dengan keyakinan hati, Dan beribu ucapan tidak sesuai dengan amal perbuatan. Mukmin yang benar dan jujur adalah yang sesuai antara perkataan dengan perbuatannya. Sedangkan orang munafik, secara lahiriah kelihatan bagus Dan bersih, namun hatinya keras bagaikan batu, bahkan lebih keras lagi.

Allah swt. Maha Mengetahui apa yang terlintas dalam hati manusia. Mengetahui Mata yang tidak jujur Dan segala yang tersembunyi dalam dada. Mengetahui yang munafik dari yang mukmin, serta mengetahui yang dusta dari yang jujur.

Namun, atas kehendak-Nya, Dia berhak memberikan ujian-ujian tertentu, untuk mengetahui rahasia hati yang tersembunyi dalam setiap jiwa; serta menunjukkan siapa yang hanya berbicara tanpa melaksanakan apa yang ia katakan; atau menyakini sesuatu, tapi tidak merealisasikannya.

Tujuan ditampakkannya rahasia hati itu karena Allah swt. Ingin menegakkan hujjah (alasan) atas manusia, agar di Hari kiamat nanti tidak Ada seorang pun yang merasa terzalimi Dan teraniaya. Mereka diberi ujian, akan tetapi sebagian besar gagal dalam ujian tersebut. Lebih dari itu, melalui ujian, Allah swt. Ingin membersihkan barisan orang-orang mukmin dari orang-orang munafik. Sebab, bercampurnya orang mukmin dengan orang munafik akan melemahkan barisan, menyebabkan kegoncangan, Dan mengakibatkan kekalahan serta kehancuran.

Ujian merupakan sunnah ilahiyah Dan sebagai standar bagi semua manusia tanpa kecuali, yang berlaku sejak Adam a.s. Diciptakan hingga Hari kiamat kelak.

Allah swt. Berfirman dalam kitab-Nya: ³Alif lam mim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: " Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar Dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS.Al-Ankabut [29]: 1-3).

Ujian dari Allah swt. Tidak sedikit jumlahnya, Dan berlaku terus-menerus sejak manusia mendapat beban syariat, sampai tibanya kematian. Jihad fisabilillah merupakan ujian, bahkan sebagai ujian yang sangat berat. Namun, bukan mustahil dilakukan karena orang-orang mukmin bisa Lulus dalam ujian itu. Sedangkan orang-orang munafik, tidak akan Lulus. Infak di jalan Allah swt. Adalah ujian. Ujian ini sulit, tetapi bukan sesuatu yang mustahil.

Orang mukmin mampu melaksanakannya, sementara orang munafik tidak akan mampu. Begitu pula, bersikap baik terhadap sesama manusia juga ujian; menahan amarah juga ujian; rida dengan hukum Allah swt. Juga ujian; berbuat baik kepada orang tua pun ujian, Dan seterusnya.

Ujian memiliki variasi tingkat kesulitan. Seorang mukmin harus Lulus dalam semua ujian itu untuk membuktikan kebenaran imannya, Dan untuk menyelaraskan antara lisan Dan hatinya.

Salat Subuh, Ujian Terberat

Inilah ujian yang sesungguhnya. Ujian yang sangat sulit, namun bukan satu hal yang mustahil. Nilai tertinggi dalam ujian ini ­bagi seorang laki-laki­ adalah salat Subuh secara rutin berjamaah di masjid. Sedangkan bagi wanita, salat Subuh tepat pada waktunya di rumah. Setiap orang dianggap gagal dalam ujian penting ini, manakala mereka salat tidak tepat waktu, sesuai yang telah ditetapkan Allah swt.

Sikap manusia dalam menunaikan salat wajib cukup beragam. Ada yang mengerjakan sebagian salatnya di masjid, namun meninggalkan sebagian yang lain. Ada pula yang melaksanakan salat sebelum habis waktunya, namun dikerjakan di rumah. Dan, Ada pula sebagian orang yang mengerjakan salat ketika hampir habis Batas waktunya (dengan tergesa-gesa). Yang terbaik di antara mereka adalah yang mengerjakan salat wajib secara berjamaah di mushala/masjid pada awal waktu.

Rasulullah saw. Telah membuat klasifikasi yang dijadikan sebagai tolok ukur untuk membedakan antara orang mukmin dengan orang munafik. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., IA berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda: " Sesungguhnya salat yang paling berat bagi orang munafik adalah salat Isya' Dan salat Subuh. Sekiranya mereka mengetahui apa yang terkandung di dalamnya, niscaya mereka akan mendatangi keduanya sekalipun dengan merangkak. (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Apabila Rasulullah saw. meragukan keimanan seseorang, beliau akan menelitinya pada saat salat Subuh. Apabila beliau tidak mendapati orang tadi salat Subuh (di masjid), maka benarlah apa yang beliau ragukan dalam hati.

Di balik pelaksanaan dua rakaat di ambang fajar ini, tersimpan rahasia yang menakjubkan. Banyak permasalahan yang bila dirunut, bersumber dari pelaksanaan salat Subuh yang disepelekan. Itulah sebabnya, para sahabat Rasulullah saw. sekuat tenaga agar tidak kehilangan waktu emas itu.

Pernah suatu hari, mereka terlambat salat Subuh dalam penaklulkan benteng Tastar. 'Kejadian' ini membuat seorang sahabat, Anas bin Malik selalu menangis bila mengingatnya. Yang menarik, ternyata Subuh juga menjadi waktu peralihan dari era jahiliyah menuju era tauhid. Kaum 'Ad, Tsamud, dan kaum pendurhaka lainnya, dilibas azab Allah swt. pada waktu Subuh.

Seorang penguasa Yahudi pernah menyatakan bahwa mereka tidak takut dengan orang Islam, kecuali pada satu hal, yaitu bila jumlah jamaah salat Subuh mencapai jumlah jamaah salat Jumat. Memang, tanpa salat Subuh, umat Islam tidak lagi berwibawa. Tak selayaknya kaum muslimin mengharapkan kemuliaan, kehormatan, dan kejayaan, bila mereka tidak memperhatikan salat ini.

Bagaimana orang-orang muslim tidur di waktu Subuh, lalu dia berdoa pada waktu Dhuha atau waktu Zhuhur atau waktu sore hari (Ashar), memohon kemenangan, keteguhan dan kejayaan di muka bumi. Bagaimana mungkin?

Sesungguhnya agama ini tidak akan mendapatkan kemenangan, kecuali telah terpenuhi semua syarat-syaratnya. Yaitu dengan melaksanakan ibadah, konsekuen dengan akidah, berakhlak mulia, mengikuti ajaran-Nya, tidak melanggar larangan-Nya, dan tidak sedikit pun meninggalkannya, baik yang sepele apalagi yang sangat penting.

Subhanallah! Allah swt. akan mengubah apa yang terjadi di muka bumi ini dari kegelapan menjadi keadilan, dari kerusakan menuju kebaikan. Semua itu terjadi pada waktu yang mulia, ialah waktu Subuh. Berhati-hatilah, jangan sampai tertidur pada saat yang mulia ini. Allah swt akan memberikan jaminan kepada orang yang menjaga salat Subuhnya, yaitu terbebas dari siksa neraka jahanam. Diriwayatkan dari Ammarah bin Ruwainah r.a., ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: "Tidak akan masuk neraka, orang yang salat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam matahari." (HR. Muslim).

Salat Subuh merupakan hadiah dari Allah swt., tidak diberikan, kecuali kepada orang-orang yang taat lagi bertaubat. Hati yang diisi dengan cinta kemaksiatan, bagaimana mungkin akan bangun untuk salat Subuh? Hati yang tertutup dosa, bagaimana mungkin akan terpengaruh oleh hadist-hadist yang berbicara tentang keutamaan salat Subuh?

Orang munafik tidak mengetahui kebaikan yang terkandung dalam salat Subuh berjamaah di masjid. Sekiranya mereka mengetahui kebaikan yang ada di dalamnya, niscaya mereka akan pergi ke masjid, bagaimanapun kondisinya, seperti sabda Rasulullah saw.: " Maka mereka akan mendatanginya, sekalipun dengan merangkak."

Coba kita bayangkan ketika ada seorang laki-laki yang tidak mampu berjalan, tidak ada orang yang membantu memapahnya. Dalam kondisi yang sedemikian rupa, ia bersikeras mendatangi masjid dengan merangkak dan merayap di atas tanah untuk mendapatkan kebaikan yang terkandung dalam salat Subuh berjamaah Sekiranya kita saksikan ada orang yang meninggalkan salat Subuh berjamaah di masjid (dengan sengaja), maka kita akan mengetahui betapa besar musibah yang telah menimpanya.

Tentu saja, tulisan ini bukan untuk menuduh orang-orang yang tidak menegakkan salat Subuh di masjid dengan sebutan munafik. Allah swt Maha Tahu akan kondisi setiap muslim. Namun, sebaiknya hal ini dapat dijadikan sebagai bahan koreksi bagi setiap individu (kita), orang-orang yang kita cintai, anak-anak, serta sahabat-sahabat kita. Sudahkah kita salat Subuh berjamaah di masjid/musalla secara istiqomah?

Jika seseorang meninggalkan salat Subuh dengan sengaja, maka kesengajaan tersebut adalah bukti nyata dari sifat kemunafikan. Barang siapa yang pada dirinya terdapat sifat ini, maka segeralah bermuhasabah (intropeksi diri) dan bertaubat. Mengapa? Karena dikhawatirkan akhir hayat yang buruk (su'ul khatimah) akan menimpanya. Nauzubillah minzalik! (HD).

Dikutip, disadur dan diolah dari buku:
Misteri Salat Subuh
(Menyingkap 1001 Hikmah Salat Subuh Bagi Pribadi dan Masyarakat).
Dr. Raghib As-Sirjani. Penerbit Aqwam Jembatan Ilmu. Solo.

Selamat Datang

Subhanallahi wabihamdih, 'adada kholqihi, waridho nafsih, zinata 'arsyihi , midada kalimatih,
Allahhu Akbar Walillahil Hamd, Allahumma Sholli 'ala Muhammad wa 'alaa ali Muhammad.

Salam dahsyat Sahabat.

Semoga Allah Subhanahu wata'ala senantiasa memberkahi langkah kita. Langkah ini. langkah Panjang. langkah kita di Jalan Dakwah yang semakin terjal dan berliku ini.

Perjuangan adalah Keniscayaan. Tak ada waktu untuk berpangku tangan. Barang sedetik-pun. Waktu yang Allah anugerahkan adalah Investasi yang harus kita kembangkan. Tanpa henti, terus menerus dan berkesinambungan. Ia merupakan rangkaian kerja kerja nyata yang tak hanya berbuah kata. Maka, Mari berjuang, sesuai kemampuan dan spesialisasi kita masing masing. asalkan satu Visi : menegakkan kalimat Allah SWT di Bumi ini.

Perjuangan adalah kenikmatan. kenikmatan bagi para pendamba surga. Kenikmatan ketika kita memperoleh kemenangan. Bukan karena usaha kita. Melainkan hadiah dari Allah SWT atas upaya kita yang sedikit ini. Kemenangan tak selalu berwujud Manis di hadapan manusia. kemenangan juga berarti Syahid. tebunuh di Jalan Allah SWT. maka, sungguh inilah kemangan yang sesungguhnya. Ketika Tubuh ini tergolek lemas bersimbah darah. Daging kita dijadikan sarang peluru-peluru kafir, sayatan-sayatan pedang musuh Allah, dan tetesan tetesan darah segar mengalir dari tubuh kita seraya bertasbih, bertahmid dan bertahlil memuji kebesran Allah sang Pencipta.

maka, Syahid adalah impian yang bukan sekedar mimpi. ia adalah Mimpi yang terus terngiang dan akan kita upayakan. Sebisa kita, sesuai apa yang kita mampu. Memulai dengan niat, diiringi dengan do'a dan diwujudkan dengan TEKAD, maka Insya Allah Syahid akan menjadi Niscaya.

Dan. marilah kita tapaki jalan ini. jalan Syahid Fi sabilillah. Teriring do'a untukmu dan untuk kita semua,

amitnaa 'alaa syahadati fi sabilik. Innaka Ni'mal maulaa wani'man nashiir,,,,

Dengan pekikan ALLAHU AKBAR !!!

Meniti Jalan Menuju Syahid

Oleh : Ustadz Muhammad Lili Nur Aulia
Sumber : Rubrik Ruhaniyat Majalah Islam Tarbawi edisi 206 Th. 10, Rajab 1430 H / 25 Juni 2009.


Amatilah, sekali lagi hamparan luas area pemakaman Baqi Gharqad. Sebuah pemakaman di sisi Masjid Nabawi yang menorehkan sejarah penting bagi ribuan para sahabat Rasululah Saw yang dimakamkan di sana. Tak kurang sepuluh ribu sahabat yang dimakamkan di tanah itu, nisan mereka, hanyalah sebongkah batu yang kini tampak berserakan tak beraturan di atas tanah. Mereka, sebagiannya adalah para syuhada’ perang badar Kubra dan Uhud yang monumental dalam sejarah awal dakwah Islam.

Renungkanlah, bagaimana hebatnya kecamuk perang Badar yang menandakan kebangkitan islam dan kaum muslimin, paska mereka terusir dari kota Makkah Mukarramah. Peristiwa besar yang membuktikan bahwa Allah SWT pasti menolong Rasul dan ummatnya. Bahwa Allah pasti memenangkan agama ini. Hingga kemudian ribuan sahabat gugur di medan badar., dengan label syuhada’ di jalan Allah swt. Hadirkan suasana genting dan kekeacauan luar biasa yang dirasakan pasukan islam dalam peperangan Uhud. Saat sejumlah pasukan pemanah akhirnya tergiur oleh harta rampasan perang yang ditinggalkan oleh pasukan kafir quraisy sebagai umpan. Renungkanlah suasana itu semua...

Mereka memang syuhada’ yang mendapat jaminan Allah swt dalam Al Qur’an surat Ali Imran ayat 140 : Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'[231]. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, 231]. Syuhada' di sini ialah orang-orang Islam yang gugur di dalam peperangan untuk menegakkan agama Allah. Sebagian ahli tafsir ada yang mengartikannya dengan menjadi saksi atas manusia sebagai tersebut dalam ayat 143 surat Al Baqarah., kelak untuk menjadi ahli surga. Malaikat Allah SWT menyambut mereka di pintu pintu surga. Sebab mereka telah membuktikan keimanannya dengan sepenuh jiwa dan raga. Hingga ajal menjemput meraka di medan jihad...Indah sekali.

Saudaraku, Kematian itu pasti. Dan mati sebagai syahid itu, cita cita agung untuk mereka yang pasti mati. Allah swt akan memilih sipa dari hambaNya yang layak mendapat gelar syahid di jalanNya. Kita, hanya diperintahkan untuk bersiap menjumpai kematian dengan cara yang paling baik. Jika kita bercita cita mati syahid, tentu harus melakukan persiapan agar Allah swt oun menilai kita siap untuk dipilih menjadi salah satu dari syuhada’Nya.

Kisah kisah orang yang diyakini mati syahid di jalan Allah swt, menyebutkan , mereka biasanya meninggalkan kenangan indah dalam diri sahabat mereka. Para sahabat, para syuhada’ semasa hidupnya, biasanya juga bisa membaca tanda tanda mati syahiditu. Hingga ada diantara mereka yang mengatakan kepada orang yang tampak akan mendapat mati syahid kelak., dengan istilah, ” syahidun yamsyi ’alaa wajhil ardh”, syahid berjalan di atas muka bumi. Dalam sebuah riwayat disebutkan juga perkataan Thalhah, “ haadzaa min man qadhaa nabhah,” Orang ini termasuk diantara orang yang menanti gilirannya ( untuk mati syahid ).

Saudaraku,
Bagaimana kita mempersiapkan diri agar kita menjadi bagian dari kafilah para syuhada ? Mari perhataikan lebih seksama, jejak langkah para syuhada’ itu. Supaya kita mengetahui bagaimana jalan yang mengantarkan mereka hingga hingga memperoleh derajat mulia yang menjadi keinginan kita.

Kita akan melihat bahwa persiapan mereka antara lain, adalah taubat setulus-tulusnya ( taubatan Shadiqah ). Dalam hadits muttafaq ‘alaih, disebutkan, “ Allah swt tertawa melihat dua orang, yang satu sama lain saling membunuh, tapi kedua-duanya masuk surga. Salah satunya berperang di jalan Allah lalu ia terbunuh. Kemudian Allah swt menerima taubat orang yang membunuh, hingga ia akhirnya gugur.”

Bukan tidak mungkin seseorang mati syahid memiliki latar belakang yang tidak baik, tapi kemudian ia bertaubat.

Saudaraku,
Bertaubat secara sungguh sungguh harus diiringi dengan amal yang baik. Ibnu Umar mengatakan , “ jika engkau memasuki waktu sore jangan menunggu waktu pagi. Dan jika engkau memasuki waktu pagi jangan menunggu waktu sore. Gunakanlah waktu sehatmu untuk waktu sakitmu, gunakanlah hidupmu untuk matimu.” Saat mensyarah ( menjelaskan ) kandungan hadits ini, Ibnu Hajar mengatakan, “perbuatan apapun yang bermanfaat setelah kematianmu, segeralah memanfaatkan hari hari sehatmu dengan amal shalih. Karena penyakit itu datang dengan tiba tiba dan menghalami dari beramal. Dikhawatirkan orang yang lalai dalam hal ini, sampai ke akhirat tanpa bekal.”

Ingatan kita kemudian kembali pada sabda Rasulullah saw, ” Jika Allah swt menghendaki suatu kebaikan atas seseorang hamba, maka ia akan ”menggunakannya”. Para shabat bertanya , ”Apa yang dimaksud menggunakannya ya Rasulullah ?” Rasul saw menjawab, ”Allah swt akan membantunya untuk melakukan amal shalih menjelang kematiannya.”

Saudaraku,
Persiapan lain yang penting kita lakukan untuk mendapat mati syahid adalah, BERKORBAN. Tidak ada mati syahid tanpa pengorbanan. Jihad yang menjadi sarana mati syahid harus diiringi dengan jiwa dan harta, dan keduanya adalah pengorbanan. Basyir bin Al Khashshiyah menceritakan, ia datang untuk brbai’at kepada Rasulullah saw. Ia kemudian ingin diberi dispensasi dua syarat yang harus dinyatakan dalam syarat bai’at ( janji setia ). Ia mengatakan , ” Terhadap dua hal itu, demi Allah aku tidak dapat melakukannya, yakni jihad dan shadaqah.” Basyor menjelaskan bahwa ia khawatir saat berjihad, lari membelakangi musuh dan mendapat murka Allah. Sedangkan terkait dengan shadaqah, ia katakan dirinya tidak mempunyai harta kecualis sedikit. Rasululah lalu mengangkat tanganya dan bersabda , ” Jika tanpa jihad dan tanpa shadaqah, jadi bagaimana engkau bisa masuk surga ?” Akhirnya Basyir mengatakan, ” Kalau demikian, aku berbai’at untuk semuanya.”

Saudaraku,
Paersiapan selanjutnya adalah Kesungguhan, Keseriusan yang terkumpul maknanya dalam kata JIHAD. Bagaimana kita bisa memiliki predikat mujahid bila kita tidak berjihad dalam arti tidak memiliki kesungguhan, tidak memberikan secara optimal apa yang kita punya untuk islam? Itulah ang melatarbelakangi perkataan Anas bin Nadhr menjelang perang Uhud, ” Aku mencium bau surga di balik bukit Uhud.” Ia kemudian maju ke medan perang dan gugur.

Saudaraku,
Yang menjadi tujuan bukan kematian itu, tetapi bagaiman substansi dari kematian dan bagaimana posesnya. Ini bukanlah teori bunuh diri yang biasa dilakukan oleh orang orang yang kecewa dan terguncang jiwanya oleh problem hidup. Mati syahid juga bukan perilaku orang penakut yang dibunuh oleh ketakutannya sendiri.